img_title
Foto : Viva.co.id

IntipSeleb Gaya HidupCandi Cetho merupakan salah satu candi agama hindu yang dibuat pada jaman kerajaan Majapahit. Secara administratif, candi ini berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Indahnya pemandangan latar pegunungan yang hijau khas hutan tropis dan suasana nan asri serta megahnya bangunan peninggalan sejarah akan membuat pengunjung yang datang merasakan sensasi yang tak biasa. Terlebih lagi, candi ini berada di atas awan, karena terletak di ketinggian 1496 meter di bawah permukaan laut.

Candi Cetho yang menempati urutan ketiga candi tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 1.496 mdpl, setelah kompleks Candi Dieng dengan ketinggian 2.000 mdpl, serta Candi Kethek yang berjarak hanya 300 meter dari cheto dengan ketinggian 1.500 mdpl.

Menjadikan kawasan ini memiliki suasana yang masih asri, udara sejuk, ditambah dengan panorama perkebunan teh. Pesona keindahan alamnya akan membuat kamu betah berlama-lama berlibur di candi ini.

Penasaran bagaimana keunikan candi ini? Yuk scroll terus sampai habis artikel di bawah ini.

Sejarah Candi Cetho

Wikipedia
Foto : Wikipedia

1. Asal Muasal Nama dan Pembuatan

Candi Cetho merupakan salah satu candi yang dibangun pada zaman Kerajaan Majapahit, yaitu pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V. Konon nama Cetho, yang dalam bahasa Jawa berarti jelas, digunakan sebagai nama dusun tempat candi ini berada karena dari Dusun Cetho orang dapat dengan jelas ke berbagai arah.

Ke arah utara terlihat pemandangan Karanganyar dan Kota Solo dengan latar belakang Gunung Merbabu dan Merapi serta, lebih jauh lagi, puncak Gunung Sumbing. Ke arah barat dan timur terlihat bukit-bukit hijau membentang, sedangkan ke arah selatan terlihat punggung dan anak-anak Gunung Lawu.

Dari tulisan yang ditemukan di lokasi candi, diketahui bahwa candi ini dibangun sekitar tahun 1451-1470, yaitu pada masa akhir pemerintahan Kerajaan Majapahit. Candi Cetho merupakan candi Hindu yang dibangun untuk tujuan 'ruwatan', yaitu ruwatan atau upaya penyelamatan dari malapetaka dan berbagai bentuk tekanan akibat kekacauan yang sedang berlangsung kala itu.

Kenyataan bahwa candi ini merupakan candi Hindu sangatlah menarik, karena raja-raja Majapahit menganut ajaran Buddha. 'Penyimpangan' tersebut diduga mempunyai kaitan erat dengan tujuan pembangunannya. Pada masa itu Kerajaan Majapahit sedang mengalami proses keruntuhan dengan memuncaknya kekacauan sosial, politik, budaya dan bahkan tata keagamaan sebelum akhirnya mengalami keruntuhan total pada tahun 1478 M.

2. Awal Penemuan

Kompleks Candi Cetho pertama kali ditemukan oleh Van der Vlis pada tahun 1842. Selanjutnya bangunan bersejarah itu banyak mendapat perhatian para ahli purbakala seperti W.F. Sutterheim, K.C. Crucq, N.j. Krom, A.J. Bernet Kempers, dan Riboet Darmosoetopo. Pada tahun 1928 Dinas Purbakala mengadakan penelitian melalui penggalian untuk mencari bahan-bahan rekonstruksi yang lebih lengkap.

Bangunan yang ada saat ini, termasuk bangunan-bangunan pendapa dari kayu, merupakan hasil pemugaran yang dilakukan pada akhir tahun 1970-an. Sangat disayangkan bahwa pemugaran atau lebih tepatnya disebut pembangunan kembali tersebut dilakukan tanpa memperhatikan aspek arkeologis, sehingga keaslian bentuknya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ketika ditemukan keadaan candi ini merupakan reruntuhan batu pada 14 teras/punden bertingkat, memanjang dari barat (paling rendah) ke timur, meskipun pada saat ini tinggal 13 teras, dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Strukturnya yang berteras-teras ("punden berundak") memunculkan dugaan akan sinkretisme kultur asli nusantara dengan Hinduisme.

Dugaan ini diperkuat oleh aspek ikonografi. Bentuk tubuh manusia pada relief-relief menyerupai wayang kulit, dengan wajah tampak samping tetapi tubuh cenderung tampak depan. Penggambaran serupa, yang menunjukkan ciri periode sejarah Hindu-Buddha akhir, ditemukan di Candi Sukuh.

Mitos dan Misteri Candi Cetho

1. Tes Keperjakaan

Mitos Candi Cetho satu ini cukup unik, di mana kamu bisa mengetes keperjakaan di sini. Menurut kepercayaan yang beredar, bila orang yang belum menikah dan belum melakukan hubungan intim akan dengan mudah melalui anak tangga puncak piramida.

Namun, jika orang itu sudah pernah melakukan hubungan intim, maka orang itu akan terlebih dulu kencing di tempat sebelum berhasil masuk ke piramida. Tak ada yang tahu pasti kebenarannya.

2. Menghadap Kiblat

Berbeda dengan candi lain yang dibuat menghadap timur, justru candi ini menghadap ke arah barat. Belum ada literatur yang jelas mengapa candi ini bisa menghadap ke arah kiblat.

3. Prasasti Menyerupai Penis

Viva.co.id
Foto : Viva.co.id

Prasasti ini terletak di puncak candi, di salah satu gubuk tak jauh dari piramida puncak. Kemudian ada juga di bagian bawah candi, disebut dengan Phallus dan berukuran sekitar 2 meter.

Yang aneh dari prasasti ini adalah bentuk skrotum atau buah zakar yang letaknya seperti menempel di samping. Nampak seperti benjolan yang entah apa maksudnya masih jadi misteri hingga saat ini.

Mungkin saja ini hanya merupakan gambaran sederhana, atau ada maksud lain dari bentuk penis yang seperti itu. Namun para ahli menyebut bahwa prasasti ini menggambarkan proses penciptaan manusia.

4. Pasar Ghaib Gunung Lawu

Salah satu yang menjadi mitos dan misteri adalah keberadaan pasar setan. Salah satu jalur pendakian Gunung Lawu adalah kawasan Candi Cetho ini, selain jalur jalur pendakian lain misalnya Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang yang lebih akrab di telinga para pendaki.

Yang menjadi masalah adalah, jalur pendakian Gunung Lawu melalui Candi Cetho ini sangat sulit dan di hadapkan pada medan yang ekstrim.

Selain itu, adanya misteri Candi Cetho yang cukup mengerikan, yaitu sering terdengar suara-suara keramaian seperti kerumunan orang di pasar sedang melakukan kegiatan tawar menawar dan jual beli. Entah makhluk apa yang menjadi penunggu Candi Cetho.

Nah, maka dari itu sebagai pendatang atau wisatawan, kita memiliki pantangan di Candi Cetho untuk berbicara tidak baik atau sembarangan. Kesopanan perlu di jaga agar semuanya tetap berjalan kondusif.

Pantangan lain di Candi Cetho ini adalah, kamu tidak boleh memasuki area Candi tanpa memakai kain khusus yang sudah di sediakan. Ini di maksudkan untuk menghormati tempat tersebut sebagai tempat ibadah agama Hindu.

Lokasi dan Tiket Masuk

National Library of Indonesia
Foto : National Library of Indonesia

Candi Cetho berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Untuk menuju ke kawasan ini bisa dibilang susah-susah gampang. Wisatawan yang berasal dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta bisa menuju kearah Solo. Dari sini wisatawan menuju kearah karanganyar yang menjadi tempat berdirinya Candi.

Harga tiket masuk untuk kawasan ini terbilang cukup terjangkau, hanya dengan membayar tiket sebesar Rp 7 ribu rupiah saja untuk wisatawan dalam negeri, dan 25 ribu untuk wisatawan luar negeri. Wisatawan juga akan mendapatkan kain Poleng.

Kain ini berfungsi untuk menghormati kesucian candi cetho. Dimana, candi ini juga dipakai untuk sarana peribadatan. Wisatawan juga bisa merasakan berbagai macam kuliner yang tersedia disamping Candi Cetho atau lebih tepatnya berada di pintu keluar. Jangan ragu untuk mencicipi sajian kuliner disini. Harga terjangkau dan cita rasanya yang cocok di lidah orang Indonesia.

Bagi pengunjung yang ingin bermalam disini juga bisa. Karena terdapat penginapan yang harganya cukup terjangkau. Kisaran harga penginapan per-malan yaitu antara Rp50.000 – Rp200.000 saja. Tepat dibawah wisata Candi Cetho ini terdapat penginapan yang nyaman. Satu kamar bisa berdua dengan kondisi kamar yang bersih dan nyaman.

Itu dia serba serbi tentang candi cetho yang bisa menjadi tempat wisata bagi kamu. Untuk rekomendasi tempat wisata lainnya, kamu bisa pantau terus artikel timeless dari IntipSeleb. Selamat berlibur! (bbi)

Topik Terkait