Selama masa pendidikan, Ki Hajar Dewantara melihat bahwa sistem pendidikan kolonial Belanda yang diterapkan di Indonesia tidak sesuai dengan keadaan dan budaya masyarakat setempat. Ia mengkritik sistem pendidikan tersebut yang hanya mengajarkan teori dan tidak mengembangkan kemampuan praktis siswa. Ia juga menyadari bahwa kebijakan pendidikan Belanda tersebut hanya ditujukan bagi kalangan elit dan tidak memperhatikan kalangan bawah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Ki Hajar Dewantara mengembangkan konsep pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan dan budaya masyarakat Indonesia. Ia berpandangan bahwa pendidikan harus memperhatikan aspek kultural dan tradisional yang ada di Indonesia. Konsep pendidikan yang ia kembangkan adalah pendidikan yang bersifat nasionalis, memperhatikan kebudayaan dan tradisi, serta mengembangkan kemampuan praktis siswa.
Prinsip Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara juga memiliki prinsip bahwa pendidikan harus dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini tercermin dalam filosofi Taman Siswa yang tidak membedakan antara siswa dari kalangan elit atau siswa dari kalangan bawah. Konsep pendidikan yang ia kembangkan kemudian dikenal sebagai pendidikan yang demokratis dan merdeka.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga berjuang untuk mengubah bahasa pengantar dalam pendidikan dari bahasa Belanda menjadi bahasa Indonesia. Ia berpandangan bahwa penggunaan bahasa Belanda dalam pendidikan akan membuat siswa kehilangan jati diri budaya dan bahasa asli mereka.
Dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, maka siswa akan lebih mudah memahami materi dan mempertahankan jati diri budaya dan bahasa asli mereka. Selain mendirikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara juga mendirikan organisasi Boedi Oetomo. (rth)