img_title
Foto : Freepik/ freepik

IntipSelebFanny Soegi belakangan ini tengah menjadi sorotan setelah menceritakan tentang latar belakang keluarganya. Pelantun lagu Asmalibrasi tersebut menuturkan bahwa ia merupakan anak adopsi atau anak angkat orang tuanya.

Dari informasi yang tersebar selama ini, Fanny Soegi dianggap memiliki keturunan Chinese – Kalimantan – Jawa. Akan tetapi, baru-baru ini mantan vokalis band indie Soegi Bornean itu menegaskan bahwa ia tidak memiliki darah Chinese karena ia adalah anak adopsi.

Fanny Soegi diadopsi oleh kedua orang tuanya yang kini telah meninggal dunia di sebuah rumah sakit di daerah Semarang.

Mengadopsi anak sendiri merupakan fenomena yang kerap kita jumpai dalam masyarakat, entah karena ada pasangan suami istri yang tidak bisa memiliki keturunan, dorongan untuk menolong orang lain, ataupun karena sebab lainnnya.

Akan tetapi, terkadang ketidaktahuan banyak umat Islam tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan anak angkat, maka bukan tidak mungkin akan timbul masalah yang tidak dapat dipandang sebelah mata, seperti tidak mempedulikan batas-batas mahram, persoalan warisan dan lainnya.

Padahal, Islam telah menjelaskan dengan lengkap dan jelas terkait hukum-hukum soal anak angkat, jadi umat Islam seharusnya tidak terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan seperti yang disebutkan di atas.

Terkait hal tersebut, lantas seperti apa sih status anak angkat dalam Islam? Penasaran? Yuk simak penjelasan selengkapnya berikut ini!

Status Anak Angkat dalam Islam

Freepik/ freepik
Foto : Freepik/ freepik

Menurut hukum Islam, status anak angkat berbeda dengan anak kandung. Hubungan antara orang tua angkat dan anak angkat hanya sebatas hubungan pengasuhan, bukan hubungan nasab. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT QS Al-Ahzab:4 yang berbunyi:

ْ ۚوَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ

Artinya: “Dan Dia pun tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan sesuatu yang hak dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).”

Firman Allah SWT tersebut menyampaikan bahwa status anak angkat dalam Islam berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya.

Adapun hukum anak angkat dalam Islam sehubungan dengan kebiasaan pada zaman Jahiliyah adalah sebagai berikut:

1. Larangan menisbatkan anak angkat kepada selain ayah kandungnya

Berdasarkan firman Allah SWT:

{ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}

Artinya: “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa bagimu terhadap apa yang kamu salah padanya, tetapi (yang ada dosanya adalah) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Ahzab:5)

Imam Ibnu Katsir berkata, “(Ayat) ini (berisi) perintah (Allah Ta’ala) yang menghapuskan perkara yang diperbolehkan di awal Islam, yaitu mengakui sebagai anak (terhadap) orang yang bukan anak kandung, yaitu anak angkat. Maka (dalam ayat ini) Allah Ta’ala memerintahkan untuk mengembalikan penisbatan mereka kepada ayah mereka yang sebenarnya (ayah kandung), dan inilah (sikap) adil dan tidak berat sebelah."

2. Anak angkat tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya

Berbeda dengan kebiasaan pada zaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya meninggal dunia.

3. Anak angkat bukanlah mahram

Status anak angkat dalam Islam yang penting untuk diperhatikan selanjutnya adalah bahwa mereka bukanlah mahram, sehingga wajib bagi orang tua angkat dan anak kandung untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak angkat tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah.

Sebagai mana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa: “Salim maula (bekas budak) Abu Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu tinggal bersama Abu Hudzaifah dan keluarganya di rumah mereka (sebagai anak angkay), maka (ketika turun ayat yang menghapuskan kebolehan adopsi anak) datanglah Saahlah Bintu Suhail RA, istri Abu Hudzaifah RA kepada Rasulullah SAW dan dia berkata: “Sesungguhnya Salim telah mencapai usia laki-laki dewasa dan telah paham sebagaimana laki-laki dewasa, padahal dia sudah biasa (keluar) masuk rumah kami (tanpa kami memakai hijab), dan sungguh aku menduga dalam diri Aabu Hudzaifah ada sesuatu (ketidaksukaan) akan hal tersebut. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Susukanlah dia agar engkau menjadi mahramnya dan agar hilang ketidaksukaan yang ada dalam diri Abu Hudzaifah.”

4. Bapak angkat boleh menikahi bekas istri anak angkatnya

Hukum tentang anak angkat dalam Islam selanjutnya adalah diperbolehkannya bagi bapak angkat untuk menikahi bekas istri anak angkatnya, berbeda dengan kebiasaan di zaman Jahiliyah. Sebagaimana firman Allah SWT:

{وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا}

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya (menceraikannya). Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (QS al-Ahzaab: 37).

5. Orang tua angkat tetap harus memberikan kasih sayang pada anak angkat

Kasih sayang orang tua angkat kepada anak angkat dapat diwujudkan dengan panggilan sayang seperti misalnya ‘nak’. Hal ini diperbolehkan dan sama sekali tidak termasuk perkara yang dilarang. Karena Rasulullah SAW sendiri melakukankan, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadits yang shahih, di antaranya:

– Dari Ibnu Abbas radhiayallahu ‘anhuma dia berkata: Ketika malam (menginap) di Muzdalifah, kami anak-anak kecil keturunan Abdul Muththalib datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan menunggangi) keledai, lalu beliau menepuk paha kami dan bersabda: “Wahai anak-anak kecilku, janganlah kalian melempar/melontar Jamrah ‘aqabah (pada hari tanggal 10 Dzulhijjah) sampai matahari terbit.”

– Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada: “Wahai anakku”

Oleh karena itu, Imam an-Nawawi dalam kitab “shahih Muslim” (3/1692) mencantumkan hadits ini dalam bab: Bolehnya seseorang berkata kepada selain anaknya: “Wahai anakku”, dan dianjurkannya hal tersebut untuk menunjukkan kasih sayang.

Nah, demikianlah penjelasan singkat tentang status anak angkat dalam Islam. Walaupun jelas ini bukan berarti Islam melarang umatnya untuk berbuat baik, tapi perlu diingat bahwa perlu ada batasan antara orang tua angkat dan anak angkat yang tidak ada hubungan darah. (bbi)

Topik Terkait