img_title
Foto : Pinterest

Bila dicontohkan lagi, di kelas ekonomi ke atas misalnya, mayoritas orang-orangnya memiliki sesuatu yang bersifat non-fungible, alias berharga yang memiliki nilai emosi yang tidak bisa dihargai dengan uang. Itu adalah NFT.

Berikutnya, untuk strategi pemasaran yang ingin melekatkan unsur non-fungible juga bisa diterapkan. Seperti yang dilakukan oleh IKEA saat menjual perabotan rumah tangga yang sebenarnya itu adalah barang fungible.

Mereka memanfaatkan kursi yang dibuat oleh desainer dari Swedia sebagai strategi branding untuk membuatnya lebih berharga dan langka daripada kursi yang dibuat oleh orang lain.

“Strategi branding mereka sukses membuat para pembeli harus segera memilikinya. Jadi strategi [dengan konsep NFT] itu sudah ada sejak dulu. Sampai akhirnya, muncul dalam teknologi blockchain, melahirkan OpenSea dan sebagainya. Kami percaya dan memfokuskan diri mengembangkan Kolektibel sebagai e-commerce NFT untuk kehidupan sehari-hari,” ujarnya

Oleh karena itu, dalam praktek Kolektibel yang ingin meramahkan NFT, perusahaan menganut konsep decentralized finance (DeFi) yang menggunakan mata uang fiat untuk bertransaksi NFT.

Dengan kata lain, dengan mata uang yang berlaku di negara tersebut, para pengguna dapat bertransaksi NFT.

Bahkan, perusahaan terintegrasi dengan instrumen pembayaran digital yang populer, sebut saja Gopay, OVO, Virtual Account, kartu debit/kredit, hingga dapat bayar melalui toko swalayan.

Topik Terkait